Entri Populer

Selasa, 03 Januari 2012

mengukur tegakan

PENGUKURAN VOLUME TEGAKAN

A. Pendahuluan

Dalam pengelolaan hutan pengukuran potensi tegakan merupakan hal yang sangat penting. Dari hasil pengukuran maka akan didapat gambaran dari suatu tegakan yang akan dijadikan dasar dalam pengelolan lebih lanjut, misalnya perlu tidaknya dilakukan penjarangan, kapan bisa di tebang, sebagai dasar perhitungan biaya eksploitasi dan perhitungan riap tegakan. Disamping itu dengan diketauinya potensi tegakan bisa dijadikan agunan bank.

Volume tegakan diperoleh dengan menghitung volume setiap pohon dikalikan jumlah pohon yang ada pada suatu tegakan. Sedangkan volume pohon dihitung dengan melakukan pengukuran diameter dan volume dikalikan vaktor bentuk.

B. Sistim pengukuran

Sisitm pengukuran yang dikenal saat ini yaitu sistim Metrik (metrik sistem) dan sistim British (Britis sistem). Sistim metrik dengan mengkombinasikan sistim desimal yang membentuk dasar sistim aritmetik. Oleh karena itu sistim metrik mudah dikonversikan ke ukuran lain menurut kepentingannya. Pada ukuran panjang sistim metrik mempunyai unit dasar meter (mili meter (mm), semti meter(cm), desi meter (dm), meter (m), dekameter (dm), hekto meter (hm), kilometer (km).

Sistim Britis dipakai dinegara-negara persemakmuran dan Amerika Serikat, Eropa, Afrika, Amerika latin. Satuan ukuran panjang sistim Britis adalah inci (in), foot (ft), yard (yd) mile (m).

C. Pengukuran Diameter pohon

Diameter merupakan salah satu parameter yang mempunyai arti penting dalam pengumpulan data tentang potensi hutan untuk keperluan pengelolaan. Untuk mengukur keliling atau diameter pohon lebih dianjurkan menggunakan alat pengukur yang terbuat dari logam. Karena dengan alat ini kemungkinan terjadinnya kesalahan praktis lebih kecil dibanding dengan alat pengukur yang terbuat dari pita kain atau plastik. Alat pengukur phiband dapat mengukur langsung besarnya diameter pohon dengan cara melingkarkan alat tersebut pada keliling pohon.

Pengikuran diameter yang lazim dipilih adalah diameter setinggi dada. Sebab pengukrannya lebih mudah dan mempunyai korelasi yang kuat dengan parameter pohon yang penting lainnya seperti luas bidang dasar (LBDS) dan volume batang. Pada umumnya diameter setinggi dada diukur pada ketinggian batang 1,3 m dari permukaan tanah.

Pada pohon-pohon yang mempunyai banir tinggi, pengukuran setinggi dada tida berlaku, tetapi dilakukan pada ketinggian 30 cm di atas banir. Begitu juga pada pohon yang mempunyai bentuk batang tidak normal misalnya membesar mengecil atau bercabang dua. Untuk pohon yang membesar atau mengecil, penguran dilakukan dengan menghitung rata-rata diameter bentuk normal yang terletak di atas dan di bawah yang tidak normal tersebut. Untuk pohon yang bercabang pengukuran diameter bergantung pada letek percabangan itu. Jika percabangan terletak di bawah 1,3 m pengukuran dilakukan di atasnya, sehingga pohon tersebut dianggap terdiri atas dua pohon atau lebih menurut jumlah cabangnya. Bila percabangan terletak di atas 1,3 m pohon tetap dianggap hanya satu dan pengukuranya dilakukan di bawah percabangan.

D. Pengukuran tinggi pohon

Tinggi pohon merupakan parameter lain yang mempunyai arti penting dalam menaksir volume tegakan. Secara khusus tinggi pohon digunakan untuk menentukan kelas kesuburan tanah (bonita). Dalam inventarisasi hutan dikenal tiga macam tinggi.

1. Tinggi total yaitu tinggi pohon diukur dari permukaan tanah sampai pucuk, umumnya digunakan untuk menentukan tingkat kesuburan tanah (bonita).

2. Tinggi bebas cabang, yaitu tinggi pohon yang dihitung dari pangkal permukaan tanah sampai percabangan pertama yang membentuk tajuk.

3. Tinggi batang komersil yaitu tinggi batang yang laku saat dijual.

Pengukuran tinggi pohon dapat dilakukan secara langsung atau tidak langsung. Pengukran tinggi pohon secara langsung dapat dilakukan dengan tongkat teleskopik. Pengukuran tinggi pohon secara tidak langsung lebih banyak dipakai dibandingkan dengan pengukuran langsung. Alat pengukur pohon tidak langsung disebut hipsometer, yang pada dasarnya dibedakan menjadi dua macam yaitu:

a. Berdasarkan prinsip geometrik

b. Berdasarkan prinsip trigonometrik.

Dasar- dasar pembuatan hipsometer dengan prinsip geometrik dapat diterangkan dengan rumus sebagai berikut: AC = (AB) x (A’C’)/(A’B’).

Untuk mengukur tinggi pohon dengan menggunakan hipsometer diperlukan galah sepanjang 4 m (AB) yang diletakan berdiri tegak pada pohon yang akan diukur. Panjang galah 4 m tidak mutlak, dibeberapa negara lain ummnya lebih dari 3 meter.

Cintoh alat pengukur tinggi yang dibuat berdasarkan prinsip geometrik adalah christen hypsometer. Alat ini terbat dari kayu atau lempengan logam dengan panjang 30 m

Hipsometer dibuat dengan prinsip geometrik mempunyai beberapa keuntungan sehingga digunakan secara luas , keuntungan-keuntungan tersebut diantaranya:

1. Dapat dibuat sendiri dengan mudah

2. Tidak diperlukan pengukuran jarak antara pengukur pohon dengan pohon yang diukur

3. Pembacaan untuk mengetahui tinggi pohon hanya dilakukan sekali.

4. Pengukuran tinggi tidak dipengaruhi oleh lereng.

Kesalahan yang mungkin terjadi dalam penggunaan christen hypsometer di lapangan adalah ketidaktepatan melihat pohon. Hal ini banyak dijumpai pada pengukuran pohon dengan daun lebar karena mempunyai pucuk pohon berbentuk membulat. Pada jenis konifer (daun jarum) ujung daun selalu berbentuk runcing sehingga kemungkinan terjadi pembidikan yang tidak tepat menjadi kurang dibandingkan dengan pohon daun lebar. Kesalaha lain adalah jika pohon yang diukur condong.

Pengukuran tinggi pohon dengan menggunakan prinsip trgonometri dapat dilihat pada gambar.

E. Volume

Volume pohon dihitung dengan menggunakan rumus volume tabung dikailan dengan vaktor bentuk .

V = (πd²)/4 x h x f

= g x h x f

V = volume

d = diameter setinggi dada

h = tinggi pohon

g = luas bidang dasar

f = bilangan bentuk

Tidak ada komentar:

Posting Komentar